Home Uncategorized Pengurus LBH LS-ADI: Merahasiakan Informasi Sama dengan Mendorong Penyebaran Covid-19

Pengurus LBH LS-ADI: Merahasiakan Informasi Sama dengan Mendorong Penyebaran Covid-19

1616
0
SHARE

Palu, Alkhairaat.com- Covid-19 adalah wabah yang kini melanda Negara Indonesia bahkan hampir seluruh Negara di dunia. Ribuan bahkan Jutaan manusia telah meninggal akibat terpapar virus tersebut.

Pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) Moh Rafli mengatakan masyarakat yang tinggal di pelososk desa Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) juga berpengaruh untuk menekan agar penyebaran virus ini tidak meluas dengan menaati peraturan pemerintah.

“Namun demikan, untuk kami di desa yang kesehariannya bertani, berkebun, lalu kemudian hasil dari perkebunan itu akan di jual di pasar sebagai usaha menghasilkan uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tentunnya tidak selalu mengikuti apa yg kita kenal dengan Stay at Home sebagaimana yang telah di perintahkan oleh pemerintah dan yang sering didengungkan oleh masyarakat yang memiliki kelas ekonomi menengah keatas. Oleh karenannya bagi masyarakat, pasar tidaklah menjadi tempat yang aman untuk situasi pandemi saat ini,” jelas Rafli kepada Alkhairaat.com, Jum’at (08/05/2020).

Menurut Rafli, situasi pandemi dan kondisi ekonomi masyarakat tentunya harus mendapatkan jalan tengah demi memutus mata rantai penyebaran virus tersebut, dengan tetap bisa menjalankan aktivitas demi kebutuhan hidup.

Ia menilai keterbukaan informasi terkait data pasien positif terpapar virus adalah alternatif yang mampu mengakomodir dilematis seperti yang dirasakan masyarakat saat ini.

“Dengan memiliki informasi dan data tentunnya masyarakat akan mengetahui kepada siapa mereka akan membatasi kegiatan sehari-hari, dengan demikian akan sedikit membantu mereka yang dilematis dengan situasi saat ini dan sekaligus akan sedikit memutus mata rantai penyebaran virus ini,” katanya.

Menurutnya, pernyataan tersebut akan bertentangan dengan Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran yang di atur bahwa kedokteran mempunyai kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang di ketahuinya tentang pasien, kemudian Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit yang mengatur bahwa setiap pasien mendapatkan privasi dan kerahasiaan data-data medisnya, dan Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

Ia juga menyebut Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik sangat penting bagi situasi saat ini, sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan hak setiap orang untuk memperoleh informasi, kewajiban badan publik menyediakan dan melayani permintaan informasi. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan sebagaimana dalam pasal 28 F UUD tahun 1945 setiap orang berhak mendapat informasi, serta berhak untuk mencari, memiliki dan menyimpan informasi.

“Artinya melalui keterbukaannya informasi publik dalam kaitannya dengan situasi pandemi saat ini akan menciptakan rasa aman bagi warga Negara,” terangnya.

“Karena sebagaimana di cantumkan dalam pasal 2 ayat 4 Undang-undang No. 14 tahun 2008 bahwa informasi yang di kecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar. Seperti merahasiakan informasi demi pertahanan dan keamanan Negara,” tambahnya.

Menurutnya, jika di kaitkan dengan situasi pandemi saat ini, merahasikan informasi terkait data pasien positif virus, Ia juga menduga hanya akan membahayakan warga masyarakat.

“Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, jika kita menganalisa pasal 2 ayat 4 Undang-undang No. 14 tahun 2008 berarti data terkait pasien positif virus tidak termasuk informasi yang harus di rahasikan, karena dengan menutup informasi atau data pasien positif virus tidak dapat melindungi kepentingan yang lebih besar,” jelasnya.

Ia pun sepakat bahwa yang tergolong informasi publik adalah informasi yang berkaitan dengan Kepentingan Publik sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang KIP.

“Artinya atas dasar mempertimbangkan demi untuk melindungi kepentingan umum dengan melihat begitu signifikannya penyebaran virus tersebut maka data pasien positif virus harus di sajikan ke publik. Saya beranggapan bahwa membahayakan umum lebih berbahaya dari pada membahayakan pribadi,” tutupnya. (YP)

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.