Jakarta, Alkhairaat.com – Risharyudi Triwibowo atau akrab disapa Mas Bowo menceritakan kembali pengalaman bersama tim Relawan Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong(Pagasipa) yang ia bentuk saat membantu korban Bencana Gempa, Tsunami dan Likuefaksi pada 28 September 2018 lalu.
Relawan Pagasipa merupakan kumpulan pemuda dan Mahasiswa dari berbagai Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah(Sulteng) yang ikut bergabung dengan alasan ikatan rasa kemanusiaan. Nama Pagasipa sendiri bukan semata singatan dari nama wilayah yang terdampak bencana, tetapi Pagasipa juga dalam bahasa Kaili memiliki arti segera, sehingga pilihan penyebutan nama relawan itu dimaknai sebagai gerakan sekelompok anak muda yang membantu secara sukarela berharap Sulteng segera bangkit.
Mas Bowo mengatakan, saat bencana menghantam wilayah Sulteng, ia sedang berada di Jakarta, sehingga hanya bisa melakukan komunikasi melalui telepon menggunakan jaringan seluler XL
kepada salah satu rekan Pagasipa sebagai sumber informasi dilapangan. Tepat hari ketiga dengan menumpangi pesawat Hercules barulah ia tiba di Kota Palu.
Bowo menuturkan, satu hari pasca bencana, relawan Pagasipa dengan fasilitas dua unit mobil Ambulance menjalankan pekerjaan membantu mengantarkan korban ke Rumah Sakit terdekat, namun hal itu tidak berlangsung lama, karena kenderaan yang mereka digunakan kehabisan bensin.
Diketahui dalam situasi tanggap darurat, selain terjadi pemadaman listrik, pada wilayah terdampak itu juga diperparah dengan kondisi bahan bakar yang sangat terbatas.
Meskipun keadaan yang serba sulit, namun tidak menjadi alasan untuk menghentikan langkah kemanusiaan demi membantu korban. Pasalnya, kumpulan pemuda yang terdiri dari Organisasi kempemudaan dan lembaga kemahasiswaan itu rela mendorong mobil yang kekosongan bensin menuju Bandara Mutiara Sis Aljufri Kota Palu, untuk melanjutkan perjuangan menolong para warga terdampak bencana.
Dibandara, tim relawan bentukkan Staf khusus Kementerian Desa itu, mengambil alternatif baru dengan memanfaatkan fasilitas mic milik mereka untuk membantu para keluarga korban yang sedang kebingungan dan gelisa mencari saudarahnya.
” Saat mobil kehabisan bahan bakar teman-teman Pagasipa akhirnya mendorong mobil ke Bandara Mutiara Sis Aljufri. Kebetulan kita punya Mic, alhamdulillah hanya dengan toa kecil, telah mempertemukan berkisar 200 keluarga yang terpisah. Mereka datang kemudian sampaikan kesumber suara, jadi tinggal disampaikan lewat toa atas nama ini mencari yang ini, dan akhirnya dipertemukanlah mereka, sambil menangis,” Turur Mas Boso, Selasa(11/12/2018), di Kantor Kementerian Desa, Jakarta.
Melewati hari demi hari menjalankan tugas kemanusiaan, Mas Bowo mengaku, masikpun telah masuk dihari ke 28 pasca becana, timnya masih mendapat banyak warga belum tersentuh bantuan.
Seharunya. Lanjut Bowo, setelah Bandara Pesawat Kota Palu bisa operasionalkan, jalur transportasi Kabupaten Pasang Kayu telah terbuka, begitupun jalan melewati Kebun Kopi yang merupakan jalur arah Poso, Parigi Moutong menuju Palu sudah bisa dilalui kenderaan, maka persoalan logistik dan fasilitas pengunsian tidak lagi menjadi masalah bagi para korban yang berada diwilayah bencana tersebut.
” Fakta kita temukan dilapangan hari ke 10 masih ada warga kita dapat berada dibawah tenda pengunsi yang bocor, setelah ditanya, disitu sarana masih sangat kurang.
Bahkan dihari ke 28, setelah masa tanggap darurat dinyatakan berakhir, kami juga masih menemukan di Daerah tertentu wilayah Sigi berkisar 20 Kepala Keluarga (KK) warga masih tinggal diatas kuburan, hanya makan seadanya minum seadanya, belum disentuh,” Tutur Mas Bowo.
Mas Bowo mengatakan, bencana maha dahsyat terjadi di Pagasipa Sulteng menjadi ujian bagi setiap manusia, tidak hanya masyarakat yang merasakan langsung, tetapi menjadi ujian bagi warga lainya.
“Semua bencana terjadi atas izin Allah. Saya melihat terjadinya becana di Sulteng memberikan dua perkaran, pertama Allah sedang menguji kesabaran dan ketabahan semua yang sedang terkena bencana, kedua Allah sedang menguji semua orang yang melihat bencana itu dari jauh, apakah mereka punya empati, simpati atau mereka hanya berfikir hal lain,” Jelas dia.
Mas Bowo sebut, sampai dengan hari ke 30, relawan Pagasipa masih melangsungkan tugas kemanusiaan untuk membantu korban yang berada dipelosok.(Sup)