Palu, Alkhairaat.com– Terdampak bencana gempa, tsunami dan likuefaksi terjadi 28 September 2018 silam di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyisakan luka mendalam di hati warga. Mulai dari kehilangan anggota keluaraga dan harta benda termasuk rumah adalah kenyataan pahit yang harus dihadapai para korban. Meskipun sudah delapan bulan berlalu sejak peristiwa dahsyat itu terjadi, namun belum sepenuhnya dapat mengurangi penderitaan masyarakat yang terdampak. Pasalnya, hingga saat ini masih banyak warga merasakan panasnya sengatan matahari di tenda-tenda pengunsian.
Seperti yang terjadi pada Milwati (48) seorang janda merupakan korban yang masih harus melewati hari hari bersama keluarga di tenda pengunsi . Ia tinggal bersama saudara kandung, ipar beserta dua orang kemanakan.
Selain menjalani hidup berteduh di tenda kecil, dirinya juga bekerja sebagai pemulung dengan penghasilan mencapai 30 -40 ribu perhari.
Milwati menceritakan berbagai keterbatasan yang menambah penderitaan mereka, bagaimana tidak, segala kebutuhan mendasar serba terbatas. Menurunya, untuk mendapatkan air digunakan untuk mandi , mencuci dan minum, mereka terpaksa harus membeli pertangki dengan mengeluarkan uang sebesar 50 ribu. Tidak hanya itu, bahkan demi menikmati listrik saja harus membayar 10 ribu persatu tenda setiap bulan.
“Lengkaplah penderitaan kami yang gingga kini masih bertahan ditenda pengungsian terus terang tidak ada air, kami beli 50 ribu pertangki air. Kalau tidak beli, apa yang mau dipake minum, mandi dan nyuci, itupun belum mencukupi. listrik juga tidak ada, kami hanya sambung dari tetangga itupun harus bayar pertenda 10 ribu dalam sebulan. Dari delapan tenda hanya empat tenda yang pakai listrik, siang dimatikan,” jelas Milwati, saat ditemui Alkhairaat.com, ditenda pengungsi, area Bundara STQ, jalan Sukarno Hatta, Kota Palu, Selasa (14/05/2019).
Milwati mengaku, dalam kurun tiga bulan terakhir, mereka belum mendapat bantuan dari pemerintah, sehingga harus turun tangan berkerja demi memenuhi kebutuhan hari-hari.
“Kami sangat berharap agar pemerintah memperhatikan kami, sediakan hunian tetap. Jangan datang nanti ada kepentingan semata seperti pemilihan umum kemarin banyak yang datang setelah itu tidak pernah,” tutupnya. (YP)