Home Ekonomi Secercah Harapan Petani Garam Untuk Pilwalkot Palu 2020

Secercah Harapan Petani Garam Untuk Pilwalkot Palu 2020

868
0
SHARE

Palu,Alkhairaat.com – Sekira pukul 16.00 Wita langit masih membiru, matahari masih meninggi, hembusan angin begitu akrab menemani dipinggiran pantai Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.

Tampak terlihat dari kejauhan Burhan (52) sedang santai di pondok mungilnya. Tenyata Ia adalah petani garam yang rehat sejenak dari pekerjaan cukup melelahkan. Sambil menikmati rokok yang terselip dijarinya, nada lembut terucap dari bibirnya yang mengatakan bahwa pagi hingga petang selalu di penggaraman Talise.

Burhan merupakan masyarakat asli Talise, namun semenjak rumahnya dilululantahkan gempa dan tsunami ia kini tinggal bersama istri dan anaknya di Hunian Sementara (Huntara) yang bertempat di Kelurahan layana.

“Rumah habis dengan tsunami, tidak ada lagi yang tersisa. Sehingga saya, istri dan anak menempati huntara di layana,” ujar Burhan, Minggu (19/01/2020).

Pekerjaan yang ditekuninya hanyalah bertani garam. Hari- hari dihabiskan bekerja di pematang garam.

Ia mengungkapkan, tingkat pendapatan bergantung pada cuaca.
Jika cuaca bersahabat seminggu biasanya menghasilkan 10 sampai 12 karung garam.

“Tetapi, tergantung dari pada cuaca, jika mendung lebih, maka hasil yang didapat hanya sedikit,” kata dia

Garam yang diproduksi umumnya, terdapat tiga tipe. Pertama garam yang dikonsumsi Rp. 100 Ribu perkarung, garam ikan Rp 40 Ribu perkarung, dan pupuk garam Rp 35 Ribu.

Ia mengaku, kondisi petani garam kini terasa sulit akibat harga garam yang turun drastis. Pasalnya, harga biasanya Rp 100 Ribu perkarung turun menjadi Rp 35 Ribu perkarung. Hal ini disebabkan hampir setiap hari diguyur hujan.  Meskipun terhimpit ekonomi namun menjadi bertani garam tetap ditekuninya demi penuhi kebutuhan dirumah.

“Harga garam sekarang ada yang Rp 35 Ribu ada juga Rp 40 Ribu perkarung, tapi itu sudah turun sekali. Sebelum hujan, sejak dua bulan lalu harga garam masih Rp 150 Ribu, sempat turun Rp 75 Ribu kemudian Rp 50 Ribu, langsung turun Rp 35 Ribu. Dirumah ada dua kepala yang mesti makan kalau harga garam begini terus susah kita petani garam kasian,” ucapnya

Selain itu, faktor mempengaruhi turun harga garam akibat pasokan garam dari luar daerah seperti Makassar dan Surabaya yang juga beredar dipasaran Kota Palu.

“Stoknya dorang lebih banyak, dan mungkin harga dari Jawa dan Makassar itu dibawah harga, jadi bisa saja ini membunuh secara halus, dorang matikan petani garam di palu. Jika ini dibiarkan berlarut-larut, ini membunuh pekerjaan petani garam di Kota Palu,” jelas Burhan.

Dalam momentum kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yaitu Pemilihan Gubernur (Pilgub dan Pemilihan Walikota (Pilwalkot) Palu tahun 2020.

Burhan menitip secercah harapan, pemimpin terpilih agar bisa mendorong peningkatan produksi dan mengstabilkan harga garam.

“Bukannya malah mengambil garam dari petani dari daerah lain tapi garam petani sendiri di abaikan lalu dilupakan,” pinta Burhan.

Meskipun, Burhan sempat pesimis terhadap peran pemimpin. Pengalaman baginya ketika pencalonan mereka kerap menyapan warga, tetapi setelah terpilih tak ada ruang untuk bertemu.

“Saat pencalonan mereka kasih turun kaca mobil, setelah jadi di tutup rapat-rapat kaca mobil. Jadi dorang pikir, pusing amat sama orang kecil, kan begitu, siapa suru kamu pilih saya, biasakan orang bilang begitu,” tutup Burhan.

Penulis : Miftahul Afdal

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.