Home Bawaslu Sulteng Praktisi Hukum : Tindakan Bawaslu Sulteng Terkesan “Politis dan Diskriminatif”

Praktisi Hukum : Tindakan Bawaslu Sulteng Terkesan “Politis dan Diskriminatif”

787
0
SHARE

Palu, Alkhairaat.com – Praktisi Hukum Amirulah, S.H mengulas pandangan hukum melihat konteks penanganan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulteng atas dugaan pelanggaran Nertralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Sulawesi Tengah (Sulteng) tahun 2020.

Amirulah mengatakan, penindakan pelanggaran netralitas ASN bisa dilakukan apabila sudah masuk masa tahapan pemilihan, termasuk larangan bagi Kepala Desa dan TNI/Polri.

Argumentasi tersebut merujuk ke Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah Gubernur, Walikota dan Bupati.

“Ini belum masuk dalam tahap penetapan calon, jadi ini belum mengikat secara hukum bagi Bawaslu. Karena UU Nomor 10 tahun 2016 jelas itu ketika masuk dalam tahapan penetapan calon oleh KPU,” kata Amirulah.

Sebelumnya, Bawaslu Sulteng melayangkan surat rekomendasi kepada Komisi ASN atas hasil kajian terperiksa Sekretaris Daerah (Sekda) Hidayat Lamakarate dan Kepala Bappeda Sulteng Hasanuddin Atjo dinilai memenuhi unsur dugaan pelanggaran ASN.

Amirulah menuturkan, Aparatur Sipil Negara (ASN) diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan dijabarkan kembali dalam Peraturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan). Maka penanganan pelanggaran dan penegakan etik ASN dibawah wewenang Menpan dan Komisi ASN.

” Kenapa tidak KASN atau Menpan saja yang melakukan itu. Apalagi penegakan undang-undang ini ditenggarai ada PNS yang melakukan kampanye atau terlibat dalam politik praktis,” kata Amirulah.

“Tidak satupun dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 mengatur wewenang Bawaslu untuk bisa melakukan ini,” tambah Amirulah.

Konteks Pilkada, acuan hukumnya adalah UU Nomor 10 Tahun 2016, tertuang pada pasal 71 sampai 74 hanya mengatur larangan bagi petahana, dalam hal pengunaan wewenangan untuk kepentingan Pilkada, melaksanakan kegiatan program berbau politik dan tindakan merugikan kandidat lain.

“Yang diatur hanya Petahana,” kata Amirulah.

Dalam UU Pilkada memberikan kewenangan Bawaslu untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan sekaitan Pilkada.
Tetapi menjadi masalah soal spasialitas bahwa yang disebut undang-undang khusus tidak boleh saling mengangkangi.

Maka ketika difollow up Bawaslu terksesan politis, karena proses ini secara materil masuk dalam wewenang Menpan dan KASN tentang penegakan etik bagi PNS. Sehingga, ketika ditindaki Bawaslu dapat terkesan “politis dan bersifat diskriminatif”.

Pada konteks netralitas, terdapat bakal calon hadir bersama dirjen Kementerian Pertanian membagikan bantuan kepada masyarakat di Kabupaten Parigi Moutong.

“Kenapa itu tidak ditegakkan. Karena sama juga judulnya itu,” kata Amirullah.

Secara materil Bawaslu dinilai terlalu jauh mencampuri urusan yang tidak masuk wewenangnya. Masih ada tugas penting Bawaslu perlu dibenahi, seperti urusan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Reporter : Saiful

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.