Home Sosbud Penyintas di Palu Terus Jadi Pemulung Karena Bantuan Tak Kunjung Diterima

Penyintas di Palu Terus Jadi Pemulung Karena Bantuan Tak Kunjung Diterima

1225
0
SHARE

Palu, Alkhairaat.com-  Bencana alam pada 28 Septembar 2018 silam di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) masih menyisakan luka mendalam bagi warga di Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala).

Meskipun 15 bulan pasca bencana, namun bagi Kuteng (68) salah satu penyintas, masih harus merasakan hidup dengan penuh keterbatasan, pasalnya bantuan Pemerintah belum menyentuh kepada Bapak yang memiliki enam orang anak ini.

Kuteng masih harus bekerja keras sebagai pemulung agar bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarga untuk bertahan hidup.

Bekerja dengan pendapatan yang sangat minim ini sudah dilakoninnya sejak tahun 1970 demi mengais rezeki.

Bermodalkan gerobak, Kuteng bersama dua orang anak yang terakhir harus berjalan kaki dari Jalan Kedondong sampai area Kantor Wali Kota Palu hanya untuk mengumpulan sampah pelastik. Dari hasil jualan hanya berkisar Rp. 40 sampai Rp. 100 ribu perhari, sedikit mencukupi kebutuhan anak-anaknya.

Selaku korban bencana, Kuteng pun keluhkan bantuan Pemerintah yang tidak kujung diterimanya. Padahal bantuan secara bertahan sebahagian sudah diberikan kepada penyitas lain.

Istri menjadi korban jiwa saat bencana. Namun, sebagai ahli waris dirinya belum mendapat bantuan santunan duka maupun Jaminan Hidup (Jadup) sebagaimana yang telah dijanjikan.

“Uang bantuan tidak keluar, jengkel saya. Kataya mau dikasih uang lima belas juta. Banyak orang yang sudah terima saya belum ada, padahal saya urus semua, berkaspun lengkap. Pak lurah bilang sabar dapat nanti tapi sampai sekarang belum ada, banyak orang yang sudah baterima, saya biar baterima satu sen tidak ada, mana bantuan untuk saya punya istri ini yang meninggal waktu gempa,” ungkap Kuteng, saat ditemui Alkhairaat.com, jalan Wahid Hasyim, Kota Palu, Senin (30/12/2019).

Meski penuh keterbatasan, Kuteng mengaku lebih baik bekerja sebagai pemulung mengumpulkan sampah pelastik dari hasil keringat, dibanding menjadi pengemis, merampok apalagi menipu.

“Dari pada kita pigi pengemis lebih baik bacari-cari begini. Untuk apa mengemis bikin malu seperti tidak ada kerjaan, malas. Memulung juga dapat uang,  dari pada merampok dan menipu salah sudah itu bisa jadi buronan di kejar-kejar polisi, beginikan enak  siapa yg mo ganggu kita,” tutupnya. (YP)

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.