Palu,Alkhairaat.com – Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Demokrat Dapil Sulawesi Tengah (Sulteng) Anwar Hafid menjabarkan sejumlah persoalan dari keluhan masyarakat yang sering ia temui selama dilapangan, khususnya dibidang kesehatan dan tenaga kerja. Ia menyebut banyak persoalan hanya karena alasan prosedural dan adminstrsi bisa menghilangkan rasa kemanusiaan kita.
Menurut Anwar Hafid, pelayanan BPJS kesehatan belum memberikan solusi bagi masyarakat miskin. Masih banyak peserta BPJS harus membayar obat karena formularium obat yang dibutuhkan tidak masuk dalam daftar BPJS. Begitupun pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) mereka hanya memiliki tenggang waktu tiga hari masa berobat di Rumah Sakit. Sembuh atau tidak mereka tetap harus pulang.
Terpenting yang harus diketahui masyarakat luas adalah bahwa pihak Rumah Sakit tidak boleh menolak masyarakat yang sudah masuk diruangan UGD hanya karena alasan prosedural.
Banyak masyarakat keluhkan tentang pelayanan kesehatan. Misalnya masyarakat BPJS yang tiba-tiba terkena serangan jantung meskipun dekat area rumah sakit dan dibawah masuk keruang
Unit Gawat Darurat (UGD) atau Instalasi Gawat Darurat (IGD) namun tidak langsung mendapat pelayanan kecuali dikembalikan ke Puskesmas untuk meminta surat rujukan.
Padahal dalam Udang-Undang Kesehatan mengatur larangan bagi pihak Rumah Sakit yang tidak melayani masyarakat yang sudah berada diruang UGD atau IGD itu sangsi hukuman pidana.
Menurut Anwar Hafid jika ingin keluar dari persoalan pelayanan, maka alokasi anggaran yang dikucurkan untuk bidang kesehatan minimal 15 persen dari APBN.
Saat ini alokasi dana untuk kesehatan masih 5 persen itupun sudah termasuk gaji pegawai.
” Bagaimana kita menciptakan Rumah Sakit yang bagus dan pelayanan kesehatan yang baik kalau anggaran tidak cukup,” kata Anwar.
Jika saluran anggara sudah 15 persen, maka orientasi kerja Puskesmas harus berubah dari Kuratif menjadi Promotif dan Preventif, dimana Puskesmas tidak lagi melakukan serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, dan merawat orang sakit, tetapi kerjanya keliling melakukukan kegiatan bersifat promosi kesehatan dan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan.
Bagimana caranya agar masyarakat jangan sakit. Karena persoalan hari ini Puskesmas sudah menjadi Rumah Sakit, sehingga tidak ada lagi yang menghimbau tentang penyakit demam berdarah maupun penyakit lainnya.
“Dengan peran Puskesmas yang promotif ini maka jumlah orang sakit akan berkurang karena kampaye tentang kesehatan akan gencar dilakukan dimana-mana,” ungkap Anwar kepada media, Minggu(29/12/2018) di Cafe Triple F Kota Palu.
Anwar mengatakn salah satu pnyebab defisit anggaran BPJS karena trennya penyakit jantung, gagal ginjal termasuk operasi sesar. Besaran anggaran 10 Triliun hanya untuk membayar penyakit jantung dan 5 triliun untuk membayar operasi sesar.
“Inilah keluhan-keluhan yang saya temukan dilapangan,” ujar Anwar.
Persoalan lain, tentang keluhan warga yang tidak terdata sebagai masyarakat miskin, sehingga tidak layak dibantu, padahal kondisi kehidupan nyata sangat memprihatinkan.
Lebih nyaris terdapat korban bencana seorang ibu bersama anaknya meninggal dunia tetapi tidak bisa dimasukan dalam daftar penerima bantuan hanya karena tidak tercantum dalam Kartu Keluarga (KK) sebab ia sebagai istri kedua.
“Ini luar biasa. Padahal ini sudah jelas meninggal tetapi tidak bisa mendapat bantuan ataupun santunan hanya karena dia istri kedua tidak masuk dalam KK,” ungkap Anwar.
Berkaitan tenaga kerja di Sulteng, ia menyebut angkatan kerja informal sangat tinggi dibandingkan tenaga kerja formal. Inilah yang membuat tingkat kemiskinan di Sulteng 14 persen. Pekerja informal hanya bekerja pada waktu dan tidak memiliki gaji tetap.
“Ini persoalan yang perlu kita tangani. Kurangnya lapangan pekerjaan yang bisa memberikan gaji yang cukup,”tutup Anwar.
(Sup).