Oleh : Muhammad Ramadhan Tahir
Refleksi 2 tahun Bencana di Sulteng
Tepat pada tanggal 28 September 2020 dua tahunnya bencana maha dasyat yang menimpah masyarakat Sulawesi tengah (Sulteng) lebih khususnya Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong.
Diperkirakan jumlah korban jiwa bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi kurang lebih mencapai 4.340 orang, tidak hanya itu bencana ini juga menyebabkan kurang lebih 40.085 rumah rusak ringan dan 28.929 rusak berat.
Bencana maha dasyat ini memberikan rasa trauma yang dalam bagi masyarakat Sulteng. Namun hikmah dalam bencana ini tidak akan bisa kita dapatkan jika kita saling menyalahkan, untuk terus memperbaiki situasi di masa lalu perlu adanya intropeksi diri, reformulasi, dan reafirmasi.
Hermeneutika Bencana
Meminjam bahasa dari Jhon Campbell-Nelson dalam mengartikan sebuah kebencanaan, yang ia gunakan adalah Hermeneutika Bencana. Dalam artian bahwa Hermeneutika tidak harus menjawab seluruh nasib manusia di mana-mana, namun berfokus pada masalah yang dihadapi.
Kebencanaan tidaklah kita harus bertitik fokus dan berlarut-larut dalam masa lalu. Namun, lebih untuk membentuk narasi-narasi komunal melalui dialog, dan consensus yang memungkinkan para korban memulihkan pengalaman traumatiknya di masa lalu (Jhon Campbell-Nelson, 2015). Dengan begitu perlu adanya sosok yang kuat dan kharismatik untuk bisa menjawab tantangan kebencanaan yang menimpa Sulteng.
Pemimpin yang visioner ini bisa dilakukan dengan merangkak, berdiri lalu berlari untuk membangun kembali masa depan rakyat Sulteng, dalam rangka untuk terus bergerak maju. Tanpa proses-proses yang disebutkan oleh Jhon Campbel-Nelson maka rakyat Sulteng hanya akan bergerak sembari menangisi diri sendiri.
Pemilu 2020
9 Desember akan dilaksanakan pemilihan umum serentak ada 9 Provinsi dan 261 Kabupaten/Kota, tak terkecuali Provinsi Sulteng. KPU telah menetapkan hanya ada dua Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, refleksi 2 tahun kebencanaan ini menjadikan kita sebagai dasar untuk memilih pemimpin yang HEBAT dalam menyelesaikan persoalan di Sulteng.
12 Program Pasangan Muh. Hidayat–Bartho (MUDA BRO) salah satunya adalah memprioritaskan bantuan permodalan dan kepastian harga komoditi bagi pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan. Ini salah satu bentuk niat tulus MUDA BRO untuk terus membangun masa depan rakyat Sulteng.
Berikutnya pasangan MUDA BRO telah menyiapkan program-program tanggap bencana, dengan memastikan tata ruang Provinsi dan Kabupaten/Kota berbasis mitigasi Bencana (sumber: Jafarbuaisme).
Dalam mitigasi bencana pasangan MUDA BRO akan memadukan Kearifan Lokal dan Sains agar tidak ada lagi kontradiksi dalam mengartikan kebencanaan di Sulteng.
Penulis Merupakan Presiden Mahasiswa Universitas Alkhairaat Palu Periode 2014-2015 dan Ketua Umum GEMA Alkhairaat