Palu,Alkhairaat.com – Puluhan masyarakat tergabung dalam Aliansi gerakan masyarakat pemburu koruptor (Gempur) kembali menggelar aksi. Demonstrasi itu dilakukan merespon atas terungkapanya proses jual beli jabatan di jajaran Kementerian Agama (Kemenag).
Aksi Gempur itu dilangsungkan di tiga tempat. Titik awal mengambil tempat depan Kantor Kanwil, setelah berorasi, masa aksi melanjutkan demo mereka di depan kantor Kejati, dan berakhir di kantor Polda Sulteng dengan melayangkan empat tuntutan, yaitu mendesak Menteri Agama mundur dari Jabatan, meminta KPK usut tuntas jual beli Jabatan di dalam tubuh Kemenag dari Pusat sampai ke jajaran Kota/Kabupaten, mengusut tuntas Mafia Haji di Kemenag Kota dan Kabupaten Sulteng, dan mendesak KPK mengusut tuntas Korupsi bangunan Pusat Pengembangan Madrasah dan Bangunan Asrama haji.
Para pendemo menilai, terjadinya Oprasi Tangkap Tangan(OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) terhadap beberapa pejabat di Kemenag dan melibatkan salah satu pimpinan Partai politik, menggambarkan bahwa praktek korupsi sangat masif di Institusi Pemerintah
” Terjadi OTT oleh KPK disinyalir akibat proses transaksi untuk pengisian jabatan di Kemenag yang melibatkan pejabat Kemenag dan pimpinan partai politik. Ini mengisyaratkan bahwa pemberantasan praktek korupsi masih agenda besar bagi Bangsa ini dan sangat menyedihkan institusi Agama juga terkontaminasi dengan praktek-praktek semacam ini,” kata Korlap Wahyu Rosandy S. Bunsiang, saat menyampaikan orasi, Jum’at (22/03/2019).
Praktek serupa dinilai tidak hanya terjadi dijajaran Kementerian Agama pusat, namun transaksi pengisian jabatan itu juga dilakukan di Kemenag Daerah termasuk Kabupaten dan Kota.
Para demostran itu menduga proses penempatan dan pengisian jabatan yang dilakukan Kandepag Kota Palu terkait jabatan fungsional maupun struktural tidak berdasarkan pada kebutuhan melainkan kepentingan. Pasalnya, kebijakan itu tidak mengacu pada keputusan badan pertimbangan jabatan.
“ Penempatan jabatan kepala MTsN 1 dicurigai sebagai bentuk transaksional jabatan dikarenakan tidak mematuhui aturan main dalam seleksi dan pemutasian jabatan kepala madrasah, sebab dalam aturan bahwa Kepala Madrasah minimal menjabat selama 2 tahun. Demikian juga pemutasian Kepala MAN menjadi kepala MIN menimbulkan kecurigaan kuat akan praktek yang sama. Seorang guru bidang studi dipindah menjadi guru kelas. Mutasi tersebut sangatlah tidak etis dan logika pun tidak bisa menerima. Begitupun sebaliknya, guru yang pernah diberi sangsi dengan dinonaktifkan dari kepala Madrasah MTsN tiba-tiba diposisikan sebagai kepala sekolah di MAN,” tutupnya (YP)