Palu, Alkhairaat.com- Calon Gubernur (Cagub) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) nomor urut 1, Mohammad Hidayat Lamakarate melalui kuasa Hukumnya, Amerullah bersama tim hukumnya melaporkan Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Rusdy Mastura-Ma’mun Amir atas dugaan pelanggaran administrasi pemilihan Terstruktur, Sistematik, dan Masif (TSM) kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulteng, Senin (07/12/2020).
Di hadapan sejumlah wartawan, Amerullah mengemukakan ending dari laporan dugaan pelanggaran administrasi ini adalah pembatalan Rusdy-Ma’mun sebagai kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng, sebab konstruksi hukumnya demikian.
Pembatalan itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 memenuhi tiga kriteria. Pertama masif 50 di kabupaten di seluruh wilayah Sulteng dalam proses pemilihan gubernur.
Amerullah menguraikan apa yang menjadi fakta sehingga disebut masif, yang pertama ada dugaan peredaran sembako di tiga Kabupaten dan satu Kota, yakni di Kabupaten Donggala, Sigi, Parigi Moutong, dan Kota Palu.
“Adapun yang disebarkan itu, ada gula, ada minyak, ada terigu, air mineral. Dan ada juga uang yang disebarkan relawan dari nomor dua,” ungkapnya.
Kemudian yang kedua lanjut Amerullah, mengenai Kartu Sulteng Sejahtera yang subtansi isinya adalah masuk kategori money politik, karena di dalamnya disebutkan sebagai syarat utama untuk mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai Rp 1 juta dan sembako murah.
Ia menyebutkan ada 4 poin penting di dalamnya dua poin sudah disebutkan. Ini sudah tersebar di 12 kabupaten dan 1 kota yang datanya sudah terekam dan tersimpan dengan tim hukum koalisi, Ivan Yuntji Sunuh.
Berdasarkan rekaman yang ada, diperkirakan KSS yang beredar itu sekitar 200 ribu di dalam wilayah Sulteng. Selain kartu tersebut, ada juga kartu relawan merah putih. Ini juga tersebar di 3 kabupaten dan satu kota, jumlahnya kurang lebih jumlahnya 150 ribu lembar.
“Dipergunakan juga sebagai kesempatan untuk membagi sambako. Kemudian juga ada perjanjian yang di dalamnya Paslon nomor dua menjanjikan materi,” tutur Amerullah.
Ia mengatakan, ada pula perjanjian yang di dalamnya Paslon nomor dua ini menjanjikan materi yang dipergunakan untuk memilih Paslon dua pada 9 Desember. Konteksnya adalah pelanggaran pasal 73 ayat 1.
Dalam laporan itu, Amerullah mengemukakan adanya dugaan keterlibatan pejabat negara dalam hal ini anggota DPR RI, Ahmad M. Ali memanfaatkan program pemerintah melalui Kementrian Pertanian dengan total anggaran dalam program itu sebesar Rp 500 miliar, yang didistribusikan pada saat kampanye di mana kandidat Gubernur Rusdy Mastura hadir saat itu di Kabupaten Parigi Moutong.
Ada pula penggunaan dana aspirasi sebesar Rp 17 miliar oleh Ketua DPRD Sulteng, Nilam Sari Lawira yang juga Ketua Tim Sukses Paslon nomor dua.
“Di Buol ada Rp 170 juta dari Rp 17 miliar yang ada. Di situ diterima anggota salah satu partai politik, yaitu NasDem ditahapan kampanye. Nah, itu yang disebut masif karena terjadi di mana-mana,” ungkapnya.
Amerullah menjelaskan, jika dilihat apa yang menjadi jargon maupun narasi-narasi yang disampaikan oleh Paslon Rusdy-Ma’mun dalam orasi kampanyenya mengenai data penduduk miskin di Sulteng kurang lebih 400 ribu jiwa. Inilah yang kemudian alasan mengorganisir masyatakat melalui KSS oleh Relawan Paslon nomor dua.
Jadi, katanya, targetnya sudah jelas bahwa yang menjadi sasaran adalah masyarakat miskin dengan iming-iming atau janji melalui KSS supaya mendapatkan BLT Rp 1 juta. Di mana BLT akhir-akhir ini direvisi menjadi Tunjangan Hari Raya (THR).
“Ini diorganisir oleh Relawan Baracuda. Ini juga diakui oleh Paslon nomor dua yang melakukan itu adalah Relawan Baracuda,” jelas Amerullah.
Relawan tersebut sebutnya, merupakan Paslon nomor dua yang terdaftar di KPU. Ada juga Relawan Merah Putih (RMP). Di mana relawan ini juga melakukan pembagian kartu sejumlah 150 ribu lembar dengan mambagikan sembako di empat kabupaten dan satu kota.
Menurutnya, RMP ini diorganisir sejak awal, mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan, desa, dan kelurahan. Itulah yang disebut terencana atau sistematis. Ada pembagian peran, ada relawan-relawan yang dibentuk yang tujuannya adalah mempengaruhi pemilih yang secara ekonomi dianggap lemah alias kurang mampu.
Amerullah mengulanginya bahwa terstruktur sudah dijelaskan bahwa ada keterlibatan beberapa pejabat, salah satunya Ahmad Ali selaku Anggota DPR RI, dengan bukti yang telah dirangkum. Saat itu Ahmad Ali sedang reses, padahal reses merupakan program pemerintah yang dimanfaatkan untuk kampanye. Ketika itu pernyataan sangat jelas dan banyak tersebar.
Ia menegaskan sesungguhnya itu adalah pelanggaran yang sangat serius bahwa tidak boleh pejabat mengambil keputusan atau mengambil tindakan yang menguntungkan salah satu Paslon. Oleh karena itu, Amerullah bersama tim hukum Hidayat Lamakarate mengadukan dugaan pelanggaran tersebut ke Bawaslu sebagai sengketa hukum. Mereka juga meminta supaya Paslon yang abai terhadap aturan pemilihan supaya mendapat sanksi berat berupa diskualifikasi.
“Akan kita buktikan, dan kami meminta kepada Bawaslu terhadap Paslon yang tidak mengindahkan larang-larangan dalam kampanye untuk diadakan diskualifikasi,” tegas Amerullah.
Menurutnya, dalam UU Nomor 10 tahun 2016 sangat jelas disebutkan bahwa ada pembatasan-pembatasan, ada larangan-larangan agar fairnes dan equity atau permainan yang fair dan perlakuan sama dalam kompetisi Pilkada ini. (***)