Oleh: Riwin Najmudin
Bulan April 2022 ini secara resmi harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax mengalami kenaikan. Kondisi ini akan memberatkan perekonomian masyarakat, karena berpotensi akan menaikan harga barang yang lain.
Di tengah kondisi pandemi yang masih belum sepenuhnya pulih, kenaikan harga dirasa akan semakin membelit masyarakat pada situasi yang sulit saat ini.
Walaupun Erickt Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengungkapkan pertalite akan secara resmi menjadi BBM subsidi dalam waktu dekat. Menurut dia kebijakan itu merupakan bentuk kehadiran pemerintah bagi masyarakat yang kini sudah banyak beralih mengkonsumsi pertalite ketimbang premium.
Menurut Eric dengan dijadikannya pertalite sebagai BBM bersubsidi maka pemerintah memutuskan tidak akan menaikkan harga pertalite.
Hal ini pun saya menilai bentuk dari akal-akalan pemerintah kepada rakyatnya, karena sebenarnya kita butuh BBM premium hanya saja kurang tersedia, olehnya kita harus beralih ke BBM jenis pertalite. Ini pun yang menjadi kekhawatiran kedepannya pertalite akan menjadi langka dan kita dipaksakan untuk menggunakan BBM jenis pertamax yang harganya naik melambung tinggi.
Dengan naiknya harga pertamax ini maka warga Indonesia akan banyak yang beralih ke pertalite yang harganya cukup terjangkau dibandingkan pertamax dan akan mengakibatkan kelangkaan terhadap BBM jenis pertalite. Olehnya ini merupakan keberhasilan bagi Pemerintah Republik Indonesia, berhasil menipu rakyatnya.
Terkait perbandingan harga BBM, sebaiknya pemerintah lebih melihat kondisi rakyatnya bukan lebih membanding bandingkan harga BBM dengan negara lain.
Ditambah lagi issu yang hari ini kian memanas yaitu perpanjangan masa jabatan atau Jokowi 3 periode yang sudah jelas-jelas melanggar konstitusi, mengkhianati semangat reformasi dan gerakan 98.
Harusnya pada posisi ini Presiden Jokowi memberikan pernyataan tegas untuk menolak dan menegur pihak-pihak yang menyuarakan itu semua. Karena jangan sampai kegaduhan ini akan masuk dalam pembahasan di Parlemen, lalu atas dalih keinginan rakyat lalu presiden melanggar konstitusi dengan mengiakan perpanjangan masa jabatan ataupun melanjutkan 3 periode, mengingat partai koalisi di kabinet Jokowi cukup banyak maka hal ini tidak mustahil untuk terwujud.
Olehnya sekali lagi pernyataan sikap dan ketegasan seorang presiden untuk menolak hal ini sangat dibutuhkan, untuk meredakan suasana bukan hanya melalui juru bicara yang ada, mengingat sudah banyaknya gelombang masa mahasiswa, pemuda dan masyarakat umum yang menolak. Jangan sampai kegaduhan ini kembali menimbulkan korban.
Sudah begitu banyak catatan buruk Jokowi dalam masa kepemimpinannya, mulai dari kenaikan harga BBM, pajak, listrik, meningkatnya angka kemiskinan, hukum yang tebang pilih, memburuknya pemberantasan korupsi, utang luar negeri yang makin banyak dan menurunya indeks demokrasi di Indonesia.
Maka dari itu kami meminta sebaiknya Jokowi mundur sebelum rakyat yang memaksanya untuk mundur.
Penulis Merupakan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) Masa Bhakti 2022-2025