Oleh: Fahriyanto S. Maso’ama, S.H
Dua dekade bukan waktu yang singkat kalau kita menghitung dari detik, menit, hari, bulan dan tahun untuk berdirinya sebuah daerah.
10 April 2002 Parigi Moutong lahir menjadi sebuah daerah Otonom Baru di Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, pada saat itu saya kelas 4 duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) tepatnya SDN 1 Eeya yang saat itu masih Kecamatan Tomini.
Kita perlu akui banyak yang berubah dari Parigi Moutong Sejak menjadi Daerah Otonomi Baru mekar dari Kabupaten Donggala, diantaranya akses pendidikan kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil atau pegunungan yang jauh dari jangkauan mata bahkan sulit bagi para tenaga pengajar untuk menjangkaunya, sekarang sudah mulai terbuka dan mudah dengan akses jalan yang sudah bisa di lalui kendaraan roda dua maupun roda empat.
Tetapi memang masih banyak kekurangan terutama fasilitas pendidikan dan tenaga pengajar yang profesional masih sangat kurang.
Kedua adalah akses pelayanan kesehatan yang sekarang hampir di setiap desa dan kecamatan sudah memiliki tempat pelayanan kesehatan, ditambah lagi ada beberapa rumah sakit telah berdiri beberapa titik di Kabupaten Parigi Moutong.
Tetapi kita tau bersama proses pelayanan dan fasilitas kesehatannya masih banyak kekurangan dan tidak sedikit keluhan masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan dengan baik.
Ketiga adalah lapangan pekerjaan, sejak berdirinya Daerah Otonom Baru Parigi Moutong bisa ikut menyerap banyak para mahasiswa lulusan perguruan tinggi yang bekerja di kantor-kantor pemerintahan yang ada, tetapi hal demikian masih sangat kecil jumlahnya dibanding yang tidak punya tempat untuk bekerja.
Lapangan pekerjaan masih begitu terbatas sampai saat ini 20 tahun Parimo berdiri. Harus ada kerjasama semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk berkolaborasi mendorong hal tersebut.
Ketiga hal demikian saya kira yang sangat mendasar dan penting yang perlu pemerintah prioritaskan. Bukan hanya membuat pesta atau event seremoni yang tidak jelas punya output jangka panjang untuk kemajuan daerah dan dirasakan langsung oleh masyarakat.
Kedepan pemerintah harus fokus dan maksimal mengurus Parimo dengan memperhatikan dan mengutamakan tiga hal tersebut. Hentikan sejenak kegiatan buat pesta dan event, contohnya seperti daerah Kayubura, Desa Pangi Kecamatan Parigi Utara Eks Sail Tomini sampai saat ini tidak ada dampak langsung masyarakat rasakan, padahal bukan sedikit anggaran daerah yang keluar untuk event tersebut.
Ini harus menjadi bahan evaluasi jika pemerintah benar-benar membangun Parigi Moutong. Rakyat dan pemerintah harus berkolaborasi dalam menjalankan visi Parigi Moutong. “20 Tahun Parimo Harus Berbenah”.
Penulis Merupakan Dewan Pembina Nasional Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI)