Palu, Alkhairaat.com- Pengurus Daerah (PD) Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) Melakukan Demonstrasi di depan Polda Provinsi Sulteng, Jumat (20/05/2022).
Masa aksi meminta agar seluruh penambang emas tanpa izin (PETI) yang ada di Kabupaten Parimo, dihentikan operasinya. Aksi itu merupakan buntut dari bencana yang menewaskan 6 orang penambang yang terjadi di desa Buranga Kecamatan Ampibabo beberapa waktu yang lalu dan banjir yang kini terjadi di desa Olaya Kecamatan Parigi dan Kayuboko Kecamatan Parigi Barat.
Aksi tersebut melayangkan dua tuntutan yaitu tolak aktivitas tambang di Kayuboko dan tangkap pelaku/cukong/pemodal penambang ilegal di Parimo.
Koordinator Lapangan (Korlap) Muazim mengatakan dalam orasinya, Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang memiliki sumber daya alam (SDA) yang yang melimpah diantaranya sumber daya Emas.
“Mirisnya SDA tersebut sebagaian di kelola tanpa memiliki izin dan salah satunya terdapat di Kabupaen Parimo. Terkait persoalan PETI sudah sering mendapat penolakan dari kalangan masyrakat yang berada di daerah sekitar pertambangan,” tandasnya.
Menurutnya, pertambangan di Parimo berada di desa Tombi, Buranga, Tomoli Selatan dan Kayuboko. Perbuatan Eksploitasi tersebut Selama ini seakan tidak tersentuh hukum sehingga membuat pelaku merasa aman untuk menggerogoti kekayaan alam di parimo.
“Pada hal secara esensi PETI merupakan kegiatan melanggaran dan tidak sejalan dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa bumi dan air dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan diperuntukkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Namun sejauh ini kekayaan alam tersebut dikuasai oleh sekelompok orang bahkan pemodal-pemodal besar,” tutur Muazim.
Senada dengan hal itu, Ketua PD LS-ADI Parimo Moh Rafli mengaku penolakan persoalan PETI tersebut hampir setiap tahun disuarakan PD LS-ADI Parimo namun tidak mendapat respon nyata dalam bentuk tindakan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan Pemerintah Setempat.
“Hal ini memperkuat asumsi kami bahwa ada pembiaran dari APH bahkan harapan kami Oknum APH dan Oknum Pejabat tidak terlibat dalam kegiatan perbuatan melawan hukum tersebut. Sebab, perlu kita sepakati bahwa mengambil sesuatu Secara ilegal dan tidak sepatutnya dapat dikatakan tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotime (KKN),” katanya.
Kata Rafli, kekhawatiran mengenai dampak dari PETI tersebut antara lain banjir yang kini terjadi di Desa Olaya dan Kayuboko pada Kamis, 19 Mei 2022 kemarin.
“Hal ini membuat geram LS-ADI Parimo untuk kembali menuntut pihak APH untuk bertanggung jawab atas keteledoran membiarkan PETI di Kayuboko tetap beroperasi,” tutupnya. (***)