Palu, Alkhairaat.com- Korps Perempuan LS-ADI (KORSA) menggelar Unjuk Rasa, di depan Polda Sulteng, Jumat (19/08/2022).
Demontrasi itu, melayangkan tiga tuntutan yaitu, Copot Kapolda Sulteng, Copot Kapolres Parimo, dan Wujudkan penegakan hukum di Sulteng.
Koordinator Lapangan (Korlap) Irawati mengatakan kredibilitas dan integritas kepolisian hari ini sedang dipertaruhkan, pasalnya hampir di semua daerah dari tingkat struktur kecamatan hingga RI telah di nodai oleh oknum-oknum kepolisian yang tidak bertanggung jawab.
“Bahkan sampai Kepala divisi propam yang notabene sebagai polisinya polisi yang bertugas membina dan meyelenggarakan fungsi pertanggung jawaban profesi dan pengamanan internal termasuk penegakan disiplin dan ketertiban dilingkungan Polri sudah menodai institusinya sendiri bahkan sampai masuknya casis Polri pun ikut di komersialkan oleh oknum dari institusi ini, tak terkecualipun juga kasus-kasus lain seperti terlibat pelecehan seksual, narkoba, korupsi dan lain-lain,” katanya.
Menurutnya, di Sulteng masih banyaknya kasus yang belum terselesaikan seperti Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang kian marak, menyebabkan rusaknya lingkungan, bencana alam hingga jatuhnya korban jiwa akibat PETI tersebut.
“Keberadaan tambang ilegal yang sudah begitu cukup lama tersebut seakan terbiarkan begitu saja oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum di Sulteng. Ada suara dari masyarakat atau kejadian seperti banjir yang terjadi barulah aparat penegak hukum menertibkan,” jelasnya.
“Mirisnya yang ditertibkan hanyalah barang bukti berupa alat beratnya saja, tidak ikut ditertibkan dengan para pelakunya. Wajar saja setelah beberapa waktu ditertibkan aktifitas penambangan berjalan kembali,” tambah Irawati.
Irawati mengatakan Aparat Penegak Hukum seakan tidak bertaji bahkan terlihat main mata dengan para pelaku tambang ilegal. Pasalnya kasus ini sudah beberapa kali di suarakan dan kejadian serupa selalu berulang.
“Aparat Penegak Hukum tampak seperti hanya memberikan buian kata dalam penuntasan kasus ini dan seakan tidak patuh terhadap intruksi Gubernur yang menyebutkan untuk menuntaskan kasus tambang ilegal di Sulteng karena nyatanya hingga hari ini aktifitas tambang seperti di Kayuboko dan Buranga beraktifitas dengan leluasa padahal sudah banyak korban yang diakibatkan oleh PETI tersebut,” tandasnya.
Irawati menuturkan maraknya tambang ilegal secara terang-terangan, kemudian para pemodal bebas berkeliaran dan masih melakukan aktifitas penambangan ilegal menjadi dasar kecurigaan tersebut.
“Hari ini kita di penuhi tanda tanya terkait siapa yang bermain di belakang tambang ilegal, sebab hari ini banyak mencuat i bahwa cukong PETI tersebut banyak dekat dengan Politisi, kepala daerah, bahkan diduga dengan APH,” katanya.
Padahal tambang yang memiliki izin saja dan di kelolah dengan tertib berdasarkan petunjuk Undang-undang yang memenuhi standar dari pengelolaan lingkungan yang baik tetapi kadang masih saja berdampak kerusakan alam dan lingkungan sekitar yang nantinya berimbas terhadap keseimbangan kehidupan makhluk hidup.
Banyak gelombang protes dari masyarakat terkait beberapa tambang ilegal di Sulteng yang sampai saat ini pihak berwajib tidak berani menjalankan tugasnya untuk melakukan penertiban atau penutupan terhadap tambang-tambang ilegal.
Padahal banyak merugikan daerah, merusak lingkungan bahkan sudah menelan korban jiwa tetapi tidak satupun tindakan dari pemerintah setempat dan aparat kepolisian sebagai penegak hukum untuk mengambil langkah tegas.
Sudah bertahun-tahun katanya, berkali-kali dilakukan penertiban tapi sampai hari ini oknum pemodal tidak juga ditangkap oleh pihak kepolisian.
“Sehingga patut dinilai kepolisian terlibat main mata dengan para pemodal tambang ilegal. Sehingga hari ini kami menilai kepolisian tidak bisa dipercayakan lagi untuk menuntaskan kasus ini,” tutur Irawati.
Ia meminta Kapolda Sulteng selaku pimpinan harus bertanggung jawab penuh dalam penuntasan PETI tersebut. Jika tidak, Kapolda harus turun dari jabatannya.
“Kami minta Kapolda untuk mundur dari jabatannya dan digantikan dengan yang bisa menyelesaikan PETI ini,” tandasnya.
Irawati mengatakan Kapolres Parimo juga harus dicopot sebab tidak bisa menyelesaikan pertambangan ilegal di Parimo.
“Kami minta Kapolres Parimo juga untuk dicopot karna tidak becus menjalankan tugas sehingga marak terjadinya pertambagan ilegal di Parimo. Bahkan juga Kapolres Parimo diduga terindikasi bersekongkol dengan para pemilik modal tersebut,” tutur Korlap.
Tambang ilegal yang masih beroperasi di Sulteng adalah contoh bahwa buruknya penegakan hukum saat ini. Padahal Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang 1945 yang berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal ini pun belum terpenuhi dan tidak sesuai realita yang ada. (***)