Palu, Alkhairaat.com – Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Datokarama Palu memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada Pemkot Palu atas kinerja dalam progres pembangunan jangka menengah yang masih berkelanjutan.
Namun, DEMA UIN menganggap dibalik kesuksesan Pemkot Palu dalam menangani masalah yang dihadapi masyarakat terdapat salah satu kebijakan yang akan menghimpit dan memberatkan masyarakat berupa kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Berdasarkan kajian mendalam, DEMA UIN menganggap kemungkinan besar kenaikan ini dipengaruhi Inpres No 1. Tahun 2025 tentang efisiensi belanja pada pelaksanna APBN dan APBD yang mengharuskan kemandirian pemda atas angaran yang telah dipangkas.
’Peraturan ini sudah lama ditetapkan pemerintah pusat terkait penetapan tarif PBB yang diatur berdasarkan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), namun kita sama sekali tidak melihat kesesuaian kondisi ekonomi masyarakat dengan tarif PBB yang ditetapkan, sepertinya Pemkot Palu mulai terhimpit hingga harus membebani rakyat dengan nominal persenan yang ekstrim,” ungkap Rahman Musa selaku Ketua DEMA.
Musa memaparkan, terkait kenaikan PBB-P2 ini merupakan amanat UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), adapun penetapan pajak diberi kewenangan terhadap daerah sebagaimana diatur dalam PP No. 35 tahun 2023.
Lebih jauh, DEMA UIN menekankan agar pemkot tidak hanya memperhatikan masyarakat yang hidup di tengah kota, tapi juga memperjelas arah keberpihakan terhadap rakyat kecil di pinggiran kota.
“Kita tau bahwa penetapan PBB ini berdasarkan zonasi, semisal Kelurahan Layana yang merasakan kenaikan hingga 1000 persen dengan alasan wilayah yang dahulu hutan menjadi kawasan perumahan, apakah rumah yang mereka dirikan hasil bisnis tambang emas, atau keuntungan hasil kios berdinding papan?,” ucap Ummul selaku Wakil Ketua DEMA UIN.
Terakir, DEMA UIN meminta agar Pemkot Palu kembali menelisik kondisi sosial ekonomi masyarakat dan penetapan nominal kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan yang lebih berpihak kepada seluruh masyarakat.
“Peraturan ini pastinya dibahas bersama DPRD Kota Palu, kami meminta agar Pemkot Palu kembali mempertimbangkan kesesuaian NJOP dan tarif PBB-P2, serta memasifkan sosialisasi terkait putusan ini, naik 5 persen saja rakyat sudah menjerit, 250 persen Kabupaten Pati masyarakat minta turunkan bupati, lah Kota Palu malah naik 1000 persen,” tegasnya.(MTG)