Palu, Alkhairaat.com – Tenaga Ahli Gubernur Sulawesi Tengah Bidang Investasi, Peningkatan Fiskal, dan Stabilitas Ekonomi Daerah, Andika memaparkan perlunya kehadiran negara dalam Pengelolaan Kawasan Bahodopi Side dalam bentuk Badan Administrasi Pemerintah Pengelola Kawasan.
“Negara perlu hadir dalam Pengelolaan Bahodopi sebagai Kawasan Industri Berat terbesar di Asia Pasifik untuk melengkapi aspek pemenuhan hak-hak warga negara, lingkungan dan penataan kawasan,”ujar Andika, Rabu (06/07/2022).
Menurutnya, Bahodopi dan Bungku Pesisir adalah hamparan hilirisasi produk turunan nikel dan Bauksit yang dikelola dalam perspektif investasi global. Pemerintah pusat kata Andika, memberikan sejumlah insentif fiskal sehingga daerah itu diminati secara oportunity, sekaligus keunggulan komparatif.
“Sedikitnya ada 4 kawasan hilirisasi, ada IMIP, Pan China, Vale, dan Transon, dan juga kawasan hulu penambangan. Disitu ada manusia dan hak-hak yang memerlukan kehadiran negara,” tegas Andika.
Sejauh ini katanya, pemerintah pusat seperti kehilangan kendali dan terkesan membiarkan situasi di luar kawasan-kawasan industri. Pemerintah pusat sebut Andika, hanya memikirkan penerimaan, menarik royalti, PPh ppn pekerja tetapi tidak ada satu bentuk penata kelolaan Kawasan menyeluruh yang mencerminkan standar pemenuhan hak.
“Pemerintah pusat harus menyadari bahwa royalti dan segala penerimaan dari usaha Industrial harus pulang menjadi pembenahan kawasan dan menata kelola standar hidup manusia yang hidup di dalam kawasan,” ujar Andika.
Ia menghawatirkan laju produktivitas Industri berat di Kawasan Bahodopi dan Bungku Pesisir tidak disertai dengan rencana penataan kawasan dan pertimbangan daya dukung ruang yang memadai.
Menurutnya, masalah lingkungan di Bahodopi itu hanya bisa dikelola dengan pendekatan Badan Pemerintah Pengelola Kawasan. Bukan dengan melakukan audit lingkungan karena itu bukan solusi.
“Ada yang mengurusi administrasi tata ruang, mulai dari struktur hingga pola ruang,” jelas Andik.
Sebelumnya ia sudah menekankan kondisi ekologis di IMIP perlu perhatian Pemerintah Pusat. Ia menyoroti kegagalan penataan kawasan dan keseimbangan ekologis di lokasi IMIP Morowali.
“Daya dukung ruang, struktur ruang ekologis, sosial di IMIP sudah tidak karu-karuan. Infrastruktur publik, fasilitas sosial, umum dan ekologis sudah di ambang kolaps. Tapi pemerintah pusat tidak memberi perhatian pada hal itu,”ujar Andika, Tenaga Ahli Bidang Investasi, Penigkatan Fiskal dan Stabilitas Ekonomi.
Menurut Andika, AMDAL awal IMIP hanya menjangkau area kawasan 2000 hektar yang beririsan dengan 11 Desa lingkar Tambang dan Kawasan Industri. Sekarang, kata dia, Kawasan IMIP terus berkembang hingga mencapai 3600 hektar lahan.
“IMIP telah melampaui kapasitas rencana lingkungan awal. Perkembangannya pesat, 350 perusahaan sub kontraktor, 38 tenant, 40 tungku dengan beban limbah slag 10 juta ton per tahun,” ujarnya.
Sementara kata dia, seluruh royalti dari 2 triliun meningkat jadi 5 triliun, semuanya dikutip dan mengalir ke kas pemerintah melalui kementerian keuangan.
“pemerintah daerah tidak mendapatkan pembagian royalti sebagai biaya untuk mendukung kawasan. Jadi sudah seharusnya pemerintah pusat memberi perhatian serius pada tapak dan sempadan Kawasan IMIP,” ujarnya.
Andika berharap, Kebijakan penataan ruang di IMIP tidak bisa lagi di pandang menjadi tanggung jawab Pemkab dan Pemprov.
Sebab hal itu kata dia, menjadi masalah eksternalitas Kawasan yang melampaui hitungan awal 2000 hektar.
“Olehnya Pemerintah pusat melalui Bappenas harus melakukan kajian daya ruang dan kebijakan yang tepat untuk masa depan,”ujarnya.
Kata Andika, salah satu masalah besar di sana meliputi, infrastruktur jalan, pengelolaan aliran sungai, kawasan penghijauan sabuk pengaman, dan penataan pemukiman pekerja.
“Semua hal itu di luar konteks tanggung jawab IMIP karena letaknya berada di luar kawasan. Pekerja tinggal mandiri dan IMIP hanya fokus pada pabriknya. pemerintah pusat harus punya solusi mengenai hal ini,” pungkasnya. (MTG)